Mungkin ada di antara kita yang mengalami hal ini…
Ketika masih mondok atau kuliah yang disana banyak majelis taklim
dan teman2 yang sholihah.. kita bersemangat melakukan ketaatan dan
beribadah…
Tapi ketika kita telah lulus dan harus kembali ke rumah berkumpul
dengan keluarga kita… dan tinggal di lingkungan yang mayoritas orang2nya
masih awam terhadap sunnah… jauh dari teman2 yang sholihah dan majelis
taklim… sedikit demi sedikit kita menjadi futur…
Sedikit demi sedikit kita mulai terpengaruh dengan lingkungan di
sekitar kita yang nyaris tak pernah bebas dari musik, TV dan pergaulan
yg tak mengenal adab syariah…lalu kita menjadi malas beribadah…
Sedikit demi sedikit kita mulai meninggalkan amalan2 ma’ruf yang dulu
sering kita lakukan.. seperti sholat sunnah, puasa sunnah, membaca
al-Qur’an, dll… hapalan Qur’an pun mulai hilang satu per satu…
Dan sedikit demi sedikit pula hal-hal yang dulunya kita anggap buruk,
sekarang seolah-olah menjadi hal yang biasa… seperti nonton sinetron,
gambar2 makhluk bernyawa… jilbab pun tanpa terasa semakin mengecil ngga
karuan…
na’udzubillahi min dzalik..
Berikut ini ana bawakan nasehat syaikh Sholeh al-Fauzan dan sebuah
tulisan yang bagus yang semoga dengan membacanya di bawah ini bisa
memberi semangat bagi kita untuk kembali…
Semoga bermanfaat…!
Oleh: Syaikh Sholeh bin Fauzan al-Fauzan hafidzohulloh
Pertanyaan:
Wahai Syaikh, aku dahulu adalah orang yang sering berpuasa, sholat
malam dan bersemangat terhadap kebaikan, serta menjaga sebagian ibadah
sunnah atau sunnah-sunnah rawatib. Dan kini, yang pertama-tama
kutinggalkan adalah puasa sehingga aku tidak pernah berpuasa (sunnah)
lagi, kemudian sholat malam sehingga aku tidak pernah lagi sholat malam,
kemudian yang lain sedikit demi sedikit, begitu pula dengan
sunnah-sunnah rawatib. Mohonkan kepada Alloh agar aku diberi hidayah,
jazakallohu khoiron. Dan jangan sampai majelis yang diberkahi ini menjadi seperti saya.
Jawaban:
Kami memohon kepada Alloh azza wa jalla agar memberimu taufiq untuk
dapat melakukan amal sholeh, mengerjakan lagi sholat malam, puasa
sunnah. Dan hendaknya engkau memiliki
tekad yang jujur.
Jangan biarkan dirimu bermalas-malasan, terpengaruh (yang buruk) dan
loyo. Seseorang jika telah membiasakan mengerjakan suatu amal sholeh,
hendaknya ia lanjutkan
walaupun sedikit, karena yang sedikit tapi berkelanjutan memiliki kebaikan yang banyak.
Maka hendaknya engkau mengerjakan kembali amal-amal sholeh ini dan
tidak menyerah pada kemalasan atau pengaruh-pengaruh lainnya. Jika
engkau tinggal bersama orang-orang yang membuatmu tidak bersemangat atau
engkau terpengaruh mereka, maka hendaknya engkau menjauhi mereka dan
berkumpullah dengan orang-orang yang baik dan duduk dengan orang-orang
yang akan mengenalkanmu kepada Alloh azza wa jalla karena dengan
berkumpul bersama mereka akan menambah
ma’rifat-mu kepada Alloh.
***
Diterjemahkan dari:
http://www.mktaba.org/vb/showthread.php?t=17292, download rekaman fatwa di
link ini.
***
السؤال فضيلة الشيخ،زاده الله من فضله-
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته، أشهد الله أني أحبك في الله، سؤالي هو :
يا شيخ كنت ممن يصوم ويقوم شيئا من الليل وحريص على الخير، ومحافظ على بعض
السنن أو على السنن الرواتب، وأول ما فقدت الصيام؛ فأصبحت لا أصوم، ثم
القيام فأصبحت لا أقوم ، ثم شيئا فشيئا، وهكذا الرواتب، ادع الله لي
بالهداية جزاك الله خيرا، وحذر هذا التجمع المبارك أن يكونوا مثلي ؟
عضو اللجنة الدائمة للإفتاء د. صالح بن فوزان الفوزان -حفظه الله- :
الجواب: نسأل الله عز وجل أن يوفقك للعمل الصالح، ومواصلة قيام الليل
وصيام التطوع، وعليك
بالعزيمة الصادقة، ولا تسلم
نفسك للكسل، أو التأثيرات والمثبطات؛ فإن الإنسان
إذا
اعتاد عملا صالحا ينبغي أن يستمر عليه ولو قل، ولو كان قليلا،
القليل مع المداومة عليه فيه خيرا كثير؛ فعليك بالمواصلة
لهذا العمل الصالح، وعدم الاستسلام للكسل، أو المؤثرات، وإذا
كنت تعيش مع أناس يثبطونك، أو تتأثر بهم؛ فعليك بالابتعاد عنهم، وملازمة
أهل الخير، ومجالسة من يعرفونك بالله عز وجل، من مجالستهم تزيدك بالله
معرفة .
للاستماع للفتوى
_______________________________________
al-Haur Ba’da al-Kaur
oleh: Abu Abdirrahman Ibrahim bin Abdullah al-Mazaru’i
Sesungguhnya fenomena berpaling dari komitmen pada agama ini sungguh
telah menyebar di kalangan kaum muslimin. Berapa banyak manusia mengeluh
akan kerasnya hati setelah sebelumnya tentram dengan berdzikir pada
Allah, dan taat kepada-Nya. Dan berapa banyak dari orang-orang yang dulu
beriltizam (komitmen pada agama) berkata, “(Kini)Tidak aku temukan
(lagi) lezatnya ibadah sebagaimana dulu aku merasakannya”, yang lain
bekata, “Bacaan al-qur’an tidak membekas dalam jiwaku”, dan yang lain
juga berkata, “Aku jatuh ke dalam kemaksiatan dengan mudah”, padahal
dulu ia takut berbuat maksiat.
Dampak penyakit ini nampak pada mereka, diantara ciri-cirinya adalah :
Pertama
Mudah terjatuh dan terjerumus dalam kemaksiatan dan hal-hal yang
diharamkan (Allah), bahkan dia terus melakukannya padahal dahulu dia
sangat takut terjerumus kedalamnya.
Kedua
Merasakan kerasnya hati, nasehat tentang kematian tidak berbekas sama
sekali dalam hatinya, demikian juga melihat jenazah dan kuburan.
Ketiga
Tidak mantap dalam beribadah, sehingga anda (akan mendapati orang
seperti ini) tidak menemukan “kelezatan” dalam menunaikan sholat,
membaca al-Qur’an, dan lainnya, serta malas (melakukan) ketaatan dan
ibadah, bahkan mengabaikannya dengan mudah, padahal ia dulu giat serta
bersemangat melakukannya.
Keempat
Lalai dari berdzikir kepada Allah, serta tidak menjaga lagi
dzikir-dzikir syar’iyah (seperti dzikir pagi dan petang, pent) padahal
dulu ia giat dan bersemangat melakukannya.
Kelima
Memandang rendah kebaikan dan tidak perhatian kepada amal kebajikan
yang mudah dilakukan padahal dulu dia orang yang paling teguh dan rajin.
Keenam
Selalu dibayangi oleh rasa takut pada waktu tertimpa musibah atau
problematika, padahal dulu ia tegar serta teguh imannya kepada takdir
Allah.
Ketujuh
Hatinya cenderung kepada dunia dan sangat mencintainya hingga ia akan
merasa sangat sedih sekali jika ada sesuatu dalam kehidupan dunia ini
yang luput darinya, padahal dulu ia sangat terikat kepada akhirat dan
kepada kenikmatan yang ada di dalamnya. Allah Ta’ala telah berfirman :
“Tetapi kalian memilih kehidupan dunia, sedang kehidupan akherat adalah lebih baik dan lebih kekal.” ( al-A?la : 16-17 )
Kedelapan
Terlalu berlebihan dalam memperhatikan kehidupan dunianya baik dalam
masalah makan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan kendaraan, padahal
dulu ia lebih mengutamakan untuk mempercantik akhlaqnya dan untuk
komitmen serta berpegang teguh pada agama.
Masih banyak lagi sebenarnya dampak penyakit ini.
Dan sungguh Nabi
Sholallahu’alaihi wasalam telah berlindung dari al-Haur ba’da al Kaur.
Dari ‘Abdullah bin Sarjas
Radhiyallohu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah
Sholallahu’alaihi wasalam
jika bepergian berlindung dari kesukaran perjalanan, kesedihan saat
kembali dan dari al-Haur ba’da al Kaur (lemah/malas dalam beribadah
setelah dulunya semangat/rajin).
Dalam riwayat at-Tirmidzi :”… dan dari al haur ba’da al kaur..”.
Berkata Imam Nawawi: “Kedua hadits ini adalah hadits yang disebutkan
oleh para ahli hadist, ahli bahasa dan ahli gharibul hadits/lafadh asing
dalam hadits.” (Syarh Muslim 9/119)
***
Lalu Apakah Makna al-Haur Ba’da al-Kaur?
Ibnul Faris berkata :
“al-Haur” artinya adalah : kembali,
Allah berfirman : “Sesungguhnya ia menyangka bahwa ia sekali-kali tidak
akan kembali, tetapi tidak…” (al-Insyqaaq : 14).
Orang Arab berkata : Maknanya kebatilan itu kembali dan berkurang. Jika dikatakan :”Kami berlindung kepada Allah dari al haur.
Makna al-Haur adalah berkurang setelah bertambah. (Mu’jamu Maqayis al-Lughah 2/117).
Ibnu Mandzur menjelaskan dalam “Lisanul ‘Arob” (4/217), ia berkata :
“Dan dalam hadits : “Kami berlindung kepada Allah dari al Haur setelah
al Kaur” Maknanya adalah dari berkurang setelah bertambah, atau dari
kerusakan urusan kami setelah kebaikan.
At-Tirmidzi menafsirkan dengan perkataannya : “Dan makna perkataannya
: al-Haur ba’da al-Kaun atau al-Kaur, kedua kata itu (al-Kaun dan
al-Kaur) mempunyai satu arti, yaitu kembali/berpaling dari keimanan
menuju kekafiran, dari ketaatan menuju kemaksiatan.?” (Sunan at-Tirmidzi
498/5)
Kalau begitu, makna al Haur ba’da al Kaur adalah:
Perubahan keadaan manusia dari iman kepada kekafiran, atau dari takwa
dan kebaikan kepada perbuatan rusak dan buruk, atau dari hidayah kepada
kesesatan. Dan dalam hal ini manusia berbeda-beda tingkatannya, maka
jika seseorang mundur/berpaling ke belakang dikhawatirkan ia menutup
akhir kehidupannya dengan hal yang buruk.
Dan satu hal yang telah diketahui bahwa amal-amal (seseorang) dilihat pada akhir kehidupannya, dari Sahl bin Sa’ad
Radhiyallohu ‘anhu, bahwa Nabi
Sholallahu’alaihi wasalam bersabda :
“Sesungguhnya seorang laki-laki dulunya beramal dengan amal penghuni
neraka, dan sesungguhnya ia adalah penghuni surga, dan ia dulu
mengerjakan amalan penghuni surga, padahal ia adalah penghuni neraka,
sesungguhnya amal-amal itu (tergantung) pada akhirnya.“(HR. al-Bukhari 6607)
Dari Abu Hurairah
Radhiyallohu ‘anhu bahwa Rasulullah Sholallohu ‘alaihi wa alihi wa salam berkata :
“Sesungguhnya ada seseorang yang dia beramal dengan amalan
penghuni surga dalam jangka waktu yang lama tapi diakhir hayatnya dia
melakukan perbuatan penghuni neraka dan ada juga orang yang dahulunya
berbuat perbuatan penghuni neraka tapi dia akhiri hidupnya dengan
perbuatan penghuni surga.” (HR. Muslim 2651 dan Ahmad).
Nash-nash hadits diatas dan selainnya menerangkan kepada kita bahwa
yang paling menentukan amal seseorang itu bukan dari apa yang
dilakukannya semasa hidupnya tetapi dalam keadaan bagaimana ia
mengakhiri hidupnya. Oleh karena itu pembahasan masalah ini sangat
penting sekali, jangan sampai ada seseorang diantara kita yang mengira
ia telah sukses melalui jembatan dan sampai di daratannya dengan aman
disebabkan komitmennya terhadap agama, serta selamat dari kesesatan dan
dari al Haur ba’dal Kaur.
Keteguhan/kekokohan hanya dari Allah semata. Allah menguatkan/meneguhkan Nabi
Sholallahu’alaihi wasalam-Nya, Dia berfirman :
“Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati) mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka.” (al-Isra’ : 74)
Oleh karena itu Rasulullah
Sholallahu’alaihi wasalam
mengajarkan kepada kita agar kita memohon pertolongan kepada Allah
Ta’ala agar Dia mengokohkan kita diatas agama Islam, beliau Sholallahu
‘alaihi wasalam bersabda: “Wahai yang meneguhkan hati, teguhkanlah hati
kami diatas agama-Mu”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Dan sering kali beliau
Sholallahu’alaihi wasalam berkata tatkala bersumpah : “Tidak, demi Dzat Yang Membolak-balikkan hati.” (HR al-Bukhari 7391)
Diantara doa Nabi
Sholallahu’alaihi wasalam :
“Wahai yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami untuk taat kepadamu.”(HR Muslim 2654).
Seorang yang beriman harus berusaha memeriksa hatinya dan mengetahui
penyakit serta penyebab sakit hatinya, dan berusaha untuk mengobatinya
sebelum hatinya menjadi keras dan akhir hidupnya menjadi jelek.
***
Maka Apa Penyebab al-Haur Ba’dal Kaur ? Apa Obatnya ?
Sebab-sebab al-Haur ba’dal Kaur adalah :
1. Lemah Iman.
Lemah iman adalah penyebab kerasnya hati, mudah jatuh dalam
kemaksiatan dan malas dari ketaatan, tidak mendapatkan pengaruh dari
(membaca) al-Qur’an dan shalat. Lemah iman juga mengurangi rasa takut
dia kepada Allah Ta’ala. Lemah iman juga penyebab banyaknya terlibat
debat dan berbantah-bantahan, tidak adanya perasaan merasa bertanggung
jawab kepada Allah Ta’ala dan beberapa fenomena lainnya.
Hal ini juga disebabkan sikap menjauh dari teman yang shalih serta
majelis ilmu, dan tersibukkan dengan urusan-urusan dunia serta panjang
angan-angan, dan terjerumus dalam hal-hal yang di haramkan. Maka apabila
iman seseorang lemah, maka berubahlah keadaannya, dari hal yang baik
dan istiqamah menjadi tersesat dan berpaling. Maka suatu keharusan (bagi
seorang muslim yang merasakan lemahnya iman) untuk mengobatinya.
Caranya adalah dengan ikhlas (kepada Allah) dan membaca serta
merenungkan al-Qur’an kemudian takut kepada (siksaan) Allah Ta’ala dan
bertaubat dari dosa, kemaksiatan, takut terhadap akhir kesudahan yang
buruk serta mengingat mati dan akhirat.
2. Jauh Dari Suasana Yang Penuh Dengan Keimanan
Seperti majelis ilmu, masjid, al-Qur’an, teman yang shalih, shalat
malam, dzikir dan lainnya. Jauh dari suasana yang penuh keimanan ini
akibatnya adalah berbalik ke belakang (kembali kepada kemaksiatan). Maka
apabila seseorang jauh dari temannya yang shalih dalam waktu yang lama
lantaran bepergian jauh atau suatu tugas atau semisalnya ia akan
kehilangan suasana yang penuh keimanan yang mengakibatkan lemahnya iman
dan tidak iltizam lagi, apabila ia tidak segera memperbaiki jiwanya.
Berkata al-Hasan al-Basri :
“Teman-teman kita lebih mahal
(nilainya) dibanding dengan keluarga kita, (hal ini disebabkan) karena
keluarga kita hanya mengingatkan kita kepada dunia, sedangkan
teman-teman kita mengingatkan kita kepada akhirat”.
Maka selayaknya seorang muslim menjaga komitmennya terhadap agama
dengan cara bersungguh-sungguh dan berusaha menjumpai lingkungan yang
penuh keimanan.
3. Pengaruh Lingkungan (Yang Jelek)
Jika seorang yang beriltizam berada di tengah lingkungan yang jelek,
yaitu ia hidup bercampur dengan manusia yang bangga dengan kemaksiatan
yang dilakukannya dan asyik berdendang dengan lagu-lagu & nyanyian,
merokok, membaca majalah (porno), lidahnya menggunjing & mencela
orang yang beriman, dan apabila ia menghadiri suatu majlis undangan atau
acara pernikahan (dikalangan mereka), didapatinya kemungkaran,
pembicaraan-pembicaraan mengenai perdagangan, jabatan, harta serta
masalah-masalah dunia yang mengakibatkan terjatuhnya hati dalam cinta
yang mendalam pada dunia, jika demikian keadaannya maka hati berubah
menjadi keras, dan akhirnya berbalik dari komitmen terhadap agama dan
kebaikan kepada cinta dunia dan kemaksiatan.
Dan apabila ia diuji dengan harta, dengan istri yang lemah imannya
atau anak-anak yang sama dengan ibunya dia tidak mampu teguh bahkan
mundur dan meninggalkan kebaikan dan keistiqomahan. Jika dia berkumpul
dengan keluarga, tetangga dan teman-temannya yang jelek, mendengar
kata-kata yang menyakitkan, ejekan, dan mendapatkan nasehat-nasehat yang
menghalanginya untuk beriltizam, maka akibatnya ia mundur dari
beriltizam dan berbalik hingga merugi di dunia dan di akhirat.
4. Lemah Dalam Pendidikan Yang Benar (Sesuai Agama)
Jika seorang muslim tidak menjaga dirinya dengan pemeliharaan,
pendidikan dan perjuangan, ia akan mundur dan berbalik. Maka ia harus
meluangkan waktunya sesaat untuk bertaqarrub/ mendekatkan diri kepada
Allah, menginstropeksi dirinya, mohon ampun dan bertaubat. Dan ia harus
meluangkan waktu untuk mendapatkan ilmu agama, mempelajarinya,
membacanya dan mengulangi pelajarannya. Dan ia harus meluangkan waktunya
sesaat untuk berdakwah, sesaat untuk berdzikir dan membaca al-Qur’an,
hingga ia dapat menjaga amalannya itu.
5. Memandang Remeh Dosa-Dosa Dan Perbuatan Maksiat
Abdullah bin Mubarak Rahimahulloh berkata :
“Aku melihat dosa-dosa itu mematikan hati, Mengerjakannya
terus-menerus menimbulkan kehinaan Adapun meninggalkan dosa adalah
kehidupan bagi hati.Dan mendurhakai dosa adalah baik bagi jiwamu”
Ibnul Qayyim Rahimahulloh berkata :
“Sesungguhnya diantara dampak negatif dosa adalah melemahkan
perjalanan hati (seseorang) menuju negeri akhirat atau menghalanginya
atau memutuskannya dari perjalanan itu. Dan kadang kala dosa juga bisa
memutar balikkannya ke arah belakang (maksiat dan kekufuran). Hati itu
akan berjalan menuju Allah dengan kekuatannya, jika hati itu sakit
lantaran dosa-dosa lemahlah kekuatan yang menjalankannya”. (al-Jawabul Kahfi hal 140).
Meremehkan dosa-dosa akan berdampak buruk bagi seseorang, diantaranya
menyebabkan bertambahnya dosa, menjauhkan seseorang dari jalan taubat,
dan mengajak untuk tidak menjauh dari pelaku dosa. Lalu ia akan asyik
bersahabat dan duduk bersama mereka (para pelaku dosa dan maksiat).
Bahkan dosa-dosa tersebut mengajaknya untuk menjauh dari orang shalih
dan bertaqwa. Dan ini adalah penyebab utama seseorang tidak istiqomah di
atas jalan yang lurus.
6. Tertipu Dan Kagum Terhadap Diri Sendiri
Tidak diragukan lagi bahwa menghadiri majelis ilmu dan berteman
dengan orang shalih menunjukkan bahwa pada diri orang tersebut terdapat
kebaikan, akan tetapi jika telah masuk perasaan tertipu dan bangga
terhadap diri sendiri maka hal ini akan memberi pengaruh jelek terhadap
pelakunya. Jika sudah demikian, ia akan merasa telah sempurna dan tidak
merasa butuh berbuat kebaikan dan beramal shalih lagi. Dan jika
seseorang telah kagum terhadap dirinya sendiri maka akan hilang dari
dirinya perasaan takut terhadap akhir kesudahan yang jelek dan ia akan
merasa aman terhadap kesesatan setelah mendapatkan petunjuk. Hal ini
merupakan tanda lemahnya hati dan penyebab seseorang itu mundur
kebelakang tidak istiqamah lagi.
Jika seseorang kagum terhadap dirinya ia akan tersibukkan dengan
mencari aib-aib orang lain dan menyepelekan untuk memperbaiki aib dalam
dirinya. Maka seseorang harus mengobati jiwanya dengan membuang rasa
bangga terhadap diri sendiri kemudian bersikap tawadhu’, takut serta
memperbaiki aibnya dan bertaubat kepada Allah Ta’ala.
7. Berteman Dengan Orang-Orang Jahat
Seorang teman mempunyai peranan penting dalam membentuk serta
mempengaruhi kepribadian sahabatnya. Jika seorang teman melihat
film-film dan majalah-majalah yang memberikan mudharat/bahaya (bagi
agamanya), mendengarkan lagu-lagu dan musik, maka ia akan mempengaruhi
sahabatnya. Dan terkadang hal-hal yang dilakukan temannya menyelisihi
syariat agama tapi ia berbasa-basi dan tidak mengingkarinya, terkadang
ia melihat temannya tidak taat beribadah dan meninggalkan sunnah-sunnah
Nabi
Sholallahu’alaihi wasalam, maka ia pun terpengaruh dan
meninggalkan keistiqamahannya. Oleh karena itu seseorang harus memilih
teman yang shalih yang membantunya untuk taat kepada Allah, dalam hadits
yang shahih disebutkan bahwa : “Seseorang itu mengikuti agama temannya,
maka hendaknya seseorang melihat siapa temannya”.
8. Ada sebab-sebab lainnya yang menyebabkan seseorang meninggalkan keistiqomahan, di antaranya:
- Lemahnya kesungguhan dalam berpegang teguh (terhadap agama) dan
tidak sabar atas kesulitan-kesulitan dan musibah yang menimpanya.
- Panjang angan-angan, berlebih-lebihan dalam menerapkan hukum agama terhadap dirinya diluar batas kemampuan (ekstrim).
- Penyakit-penyakit hati dan lisan yang menimpanya.
- Kepribadian yang lemah dan sikap selalu mengekor kepada orang lain.
- Kegagalan-kegagalan yang menimpa pada masa lalu dan dia sulit keluar darinya.
Lalu Bagaimana Cara Penyembuhannya?
Disaat kita menyebutkan hal-hal yang menyebabkan ketidak istiqamahan, kita juga menemukan cara-cara untuk mengobatinya:
- Lemah iman obatnya adalah menguatkan keimanan.
- Penyakit menjauhi dari lingkungan yang penuh dengan suasana
keimanan obatnya adalah mencari dan menjaga serta meningkatkan
lingkungan yang penuh dengan suasana keimanan.
- Penyakit yang disebabkab oleh lingkungan (yang jelek) obatnya
adalah sabar serta menambah keistiqamahan dan bersandar kepada
Allah.
- Lemah dalam pendidikan yang benar obatnya adalah
bersungguh-sungguh dalam mencari pendidikan yang benar sesuai dengan
agama dan mengatur waktu serta bersungguh-sungguh memperbaiki jiwa.
- Dosa-dosa dan maksiat obatnya adalah taubat dan mohon ampun dan tidak meremehkan dosa-dosa tersebut.
- Adapun penyakit hati dan lisan yang mengakibatkan perbuatan
jelek maka obatnya adalah membebaskan diri darinya dan dengan
bertaubat yang benar.
- Adapun teman yang jelek maka obatnya adalah memilih teman yang baik dan shalih.
Adapula Cara Lainnya Untuk Mengobati Sikap Tidak Istiqamah, yaitu:
1. Ikhlas dan jujur kepada Allah
Hal ini adalah sebab terpenting untuk istiqamah dan menjadi baik. Ibnul Qayyim berkata :
“Sesungguhnya yang mendapatkan kesulitan dalam meninggalkan
maksiat yang disukainya dan yang sering dilakukannya adalah seseorang
yang meninggalkannya bukan karena Allah. Adapun seseorang yang
meninggalkan hal tersebut dengan jujur, ikhlas dari hatinya karena
Allah, ia hanya merasakan kesulitan di awal kali ia meninggalkannya. Ini
semua untuk mengujinya, apakah ia jujur dalam meninggalkannya ataukah
hanya berdusta, jika ia sabar dalam menghadapi kesulitan ini sebentar
saja, ia akan memperoleh kelezatannya”. (Al-Fawaid : 99)
2. Takut kepada akhir kesudahan/kematian yang jelek (su’ul khatimah)
Seorang yang beriman dan jujur harus takut dari akhir kesudahan yang buruk, dan waspada dari penyebabnya.
Allah Ta’ala berfirman :
“(Ya Allah) wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang salih”.(Yusuf : 101).
Suatu malam Sufyan ats-Tsauri rohimahulloh menangis hingga subuh, tatkala ia ditanya, ia menjawab :
“Sesungguhnya aku menangis karena takut su’ul khatimah/ mati dalam keadaan beramal buruk”.(Kitabul aqibah, karya Abdul Haq al-Isbaili 178).
Al-Imam al-Barbahari rohimahulloh berkata :
“Dan ketahuilah, bahwa sepatutnya seseorang ditemani perasaan
takut selamanya, karena ia tidak mengetahui mati dalam keadaan
bagaimana, dengan amalan apa ia mengakhiri hidupnya, dan bagaimana ia
bertemu Allah nantinya sekalipun ia telah mengamalkan segala amal
kebaikan.” (Syarhu Sunnah 39).
Rasa takut dari akhir kesudahan yang buruk memiliki banyak dampak
positif. Perasaan ini akan mendorong seseorang untuk berserah diri
kepada Allah Ta’ala serta menghadap kepada-Nya dengan selalu berdoa
kepada-Nya. Perasaan takut ini akan mengajaknya untuk bersungguh-sungguh
dalam ketaatan dan menambah sikap istiqamah dan kebaikan, dan takut
dari berbalik mundur kebelakang.
3. Berdoa kepada Allah agar melindungi kita dari “al-haur badal kaur”.
Nabi
Sholallahu’alaihi wasalam berdo’a :
“Dan kami berlindung dari al-haur badal kaur” (HR Ahmad dan Muslim 1343, Tirmidzi, Nasai dan lainnya).
Nabi
Sholallahu’alaihi wasalam juga banyak berdoa :
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati kokohkanlah hatiku diatas agama-Mu”(HR Tirmidzi)
Kita juga diperintah untuk memohon kepada Alloh Ta’ala agar Dia memperbaharui keimanan dalam hati kita, Rasulullah
Sholallahu’alaihi wasalam bersabda :
“Sesungguhnya iman dapat menjadi usang dalam rongga (hati) kalian,
sebagaimana baju dapat menjadi usang, maka mintalah kepada Allah agar
Dia memperbaharui keimanan dalam hati kalian”.(HR Hakim, terdapat juga
dalam as-silsilah as-Shahihah karya al-Albani no 1585).
Maka hendaknya kita memperbanyak berdoa kepada Allah.
4. Kontinyu dalam beramal shalih dan memperbanyak amal shalih.
Sesungguhnya amal shalih yang dilakukan secara kontinyu oleh seseorang adalah lebih disukai oleh Allah, sebagaimana sabda Nabi
Sholallohu ‘alaihi wa alihi wa salam :
“Amal yang paling disukai Allah adalah yang kontinyu walaupun sedikit ….” (Muttafaqun alaihi).
Jika seorang muslim kontinyu dalam beramal shalih sesungguhnya ia
akan hidup dalam kebaikan dan keistiqamahan, jika ia lemah dan tertimpa
rasa putus asa, maka amal-amal kebaikan yang ia lakukan secara kontinyu
ini akan menjadi tiang penyangga untuk istiqamah, mengembalikan jiwa
(yang putus asa), dan menguasai jiwanya. Maka sepatutnya bagi seorang
muslim untuk memperhatikan dalam mengerjakan amal-amal shalih beberapa
perkara ini :
- Bersegera dan berlomba-lomba dalam beramal shalih, Allah
berfirman : “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan
kepada surga …” (Ali Imran : 133)
- Dan terus beramal shalih serta menjaganya : “Senantiasa
hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku (Allah) dengan amalan-amalan
sunnah hingga Aku mencintainya…” (HR Bukhari 6137)
- Lalu bersungguh-sungguh dalam beramal shalih dan
memperbanyaknya kemudian bervariasi dalam beramal shalih supaya tidak
membosankan jiwanya.
- Ibnu Mas’ud berkata : “Dahulu Nabi Sholallahu’alaihi wasalam
tidak terus menerus dalam memberi nasehat lantaran khawatir
kejenuhan menimpa kami”. (Bukhari 68). Maka seorang muslim harus
mengambil bagian untuk duduk dalam majelis ilmu yang memberikannya
nasehat, dan dibacakan kepadanya kitab-kitab tentang hal itu.
- Ada juga cara lain untuk mengobati fenomena ketidak istiqamahan
ini, di antaranya : Berdzikir kepada Allah, merenungkan kehinaan
dunia, mengoreksi diri, beramal dan aktif berdakwah.
Akhirnya segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Kita berlindung kepada Allah dari al-Haur ba’dal Kaur. “
Ya
Allah (yang membolak-balikkan hati). Tetapkanlah hati-hati kami untuk
selalu ta’at kepada-Mu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan Husnul
Khotimah.”
Sumber :
majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Edisi 14, hal. 28-34